Pengembara Gila yang mencari sesuatu atas nama Cinta

Motivasi Menulis

Dear Diary sebuah cerpen Kesedihan


Namamu

Aku berjalan menelusuri lorong kelas yang sudah mulai sepi tak berpenghuni, dan bergegas sambil melihat jam ditanganku yang menunjukan pukul 5 sore, maklum sebagai murid kelas 2 SMA hari-hariku disekolah selalu disibukan dengan banyaknya kegiatan Extra kulikuler.
kulihat mega di Cakrawala sudah mulai berwarna jingga tanda waktu hampir senja, sedangkan awan ditimur begitu hitam pekat seperti akan adanya hujan deras malam ini, suara angin bergemuruh bersamaan dengan suara gugur yang menggelegar, membuat langkahku semakin ku pacu untuk melaju lebih cepat seiring gemercik air Hujan yang menetes.

Aku berjalan setengah berlari untuk bergegas pulang menuju rumah, namun langkahku terhenti sejenak saat aku melihat sebuah buku. “hah ada buku jatuh, ahh apa peduliku” aku bergumam dalam hati sambil terus berjalan menjauh, namun hati bertanya-tanya tentang siapa pemilik buku itu dan akhirnya aku kembali beberapa langkah ke belakang tepat dimana buku itu terjatuh, ku ambil buku itu seiringan dengan gemercik tetesan air hujan yang mulai turun.
dan akhirnya aku berlari menuju halte didepan sekolah, beruntung bis yang aku tumpangi segera tiba dan akupun langsung bergegas pulang ke rumah.

saat malam telah tiba, hujan masih turun dengan lebatnya disertai gemerlap petir yang bergemuruh dari tadi sore, dan membuat cuaca dingin yang  memaksaku untuk tetap berdiam diri didalam rumah.
kuhabiskan malamku dengan menonton televisi diruang tamu sendirian, karena memang ayah dan ibu sedang pergi menjenguk paman dikota.
seketika aku dikagetkan dengan suara petir yang sangat dahsyat "Dzarrrrrrzzz" dan tak lama lampu dirumahpun mati.
keadaan sangatlah gelap dan tak tahu harus berbuat apa, "wahh sial nih mati lampu, mungkin didapur ada lilin" akupun berjalan menuju dapur diterangi cahaya redup dari sinar hanponku dan berharap menemukan lilin. yah tepat sekali, masih ada lilin, akupun langsung menyalakan lilin itu menggunakan kompor, karena listrik belum juga menyala akhirnya aku pergi menuju kamarku  ke  lalu membaringkan tubuhku dikasur .
aku diam sejenak melamunkan sesuatu yang entah apa dan kemana arah lamunanku tersebut. sekilas aku ingat dengan buku yang tadi sore kutemukan didepan sekolah, akupun lalu mengambilnya dari dalam tasku,buku itu sedikit basah karena air hujan ya sebuah buku kecil dengan sampul yang bertuliskan Diaryku, dan sudah kuduga bahwa buku itu pasti berisi diary seseorang,
antara gelap dan penasaran aku kemudian duduk dilantai beralaskan tikar dan mendekatkan lilin
supaya aku bisa melihat jelas isi dalam buku itu.

awalnya aku sungkan untuk membaca diari orang lain, namunkan tak ada yang lihat ini.
berbekal rasa ingin tahu akhirnya aku memberanikan diriku untuk melihat isi buku tersebut dan berharap aku bukan satu satunya orang yang membaca isi diari tersebut,,
perlahan ku buka sampul buku itu, dan terlihat dihalaman pertama terpampang gambar yang digambar menggunakan pensil. gambar seorang wanita sedang tersenyum indah diwajahnya, disertai tulisan dengan namanya Firda NurSyiffa, Yogyakarta, 23 juli 1999 “Aku Ingin terbang, namun apadaya sayapku hancur sebelum mataku terbuka”
sebuah kata yang indah menurutku, membuatku penasaran dengan sosok ini, “siapa sih orang ini?" ujarku dalam hati.

dalam penuh tanya akhirnya aku memberanikan untuk membuka halaman kedua buku itu,
...........”Bandung, 17 November 2016‘’..............
Hari ini aku sakit, aku sendirian dirumah tanpa siapa siapa,
ku kira dengan sakit ini ayah dan ibu akan pulang, tapi apa
mereka hanya sibuk memikirkan bisnisnya diluar kota 
jangankan mengobatiku, membalas pesanku saja mereka
tidak menjawab sama sekali, aku iri dengan teman-temanku
kemarin saat ada rapat disekolah orang tua mereka datang
sedangkan aku tak seorangpun yang datang untuku....

aku membaca halaman itu baris demi baris kata demi kata, dan sekejap aku mengetahui bahwa mungkin perempuan ini kesepian, mungkin orang tuanya sibuk bekerja entah bagaimana jelasnya aku masih kurang mengetahuinya.
untuk menjawab rasa penasaranku, akupun langsung membuka halaman berikutnya dibuku itu
..............”Bandung, 20 November 2016‘’...............
“Aku bertemu denganya pagi ini, aku merasa gugup
saat melihatnya begitu dekat, menurutku dia itu
anak yang baik,aku bisa merasakanya dari hatiku
sayangnya aku tidak tahu, dia sudah memiliki
pacar atau belum yah ? ah sudahlah, itu tidak penting
 untuk saat ini biarkan aku mengaguminya saja
toh, aku masih bisa melihatnya dua tahun lagi
waktu yang panjang untuk mengaguminya”

“DUARRRRR ZZZZZ” suara petir mengagetkanku saat itu,
aku lantas berdiri dan menutup jendela yang ternyata dari tadi sore masih terbuka lebar, “hustttttfussss” suara angin kencang terdengar sangat bising ditelingaku, akupun langsung menutup jendelanya dan kembali melanjutkan membaca.
“dasar mengganggu saja,mana mati lampu lagi” aku menggerutu dalam hati, lantas akupun kembali mengambil buku diary itu dan membacanya lagi, aku membacanya dengan sangat menikmati setiap gores kata yang ditulisnya dalam bukunya
.............Bandung, 5 Desember 2016..........
hari ini aku terbaring dirumah sakit, aku tak tahu kenapa
aku bisa berada disini, yang jelas, tadi pagi disekolah 
aku merasa pusing lalu tiba-tiba pandanganku gelap
dan saat terbangun aku sedang tidur diranjang dengan
jarum infus menusuk tanganku, uhh sakit rasanya tuhan
tapi aku senang teman-teman sekelasku baik
mereka menemaniku bahkan sampai sore,, tidak seperti
ayah dan ibu, mereka terus saja mengurus kerjaanya
aku sakit mereka tak peduli, apakah aku harus mati
dulu agar mereka peduli padaku? entahlah, aku lelah tuhan

seketika air mataku menetes, betapa menyedihkanya catatan anak ini, hari harinya dipenuhi dengan kesendirian. tanpa kehadiran orang tuanya disisinya. dia hidup bersama kakek dan neneknya dirumah yang menurutku mungkin saja rumahnya mewah karena kedua orang tuanya punya bisnis.
aku terlarut larut membaca halaman demi halaman, namun yang menjadi pertanyaanku, kenapa belum ada hal bahagia yang ditulisnya, mungkinkah ini catatan kesedihanya saja? ah entahlah
semua isi diari yang ku baca berisi kesedihan, hari yang sepi, hari yang hampa dan hari yang teramat menyedihkan untuk gadis seumuran 17 tahun itu, mungkin hanya ada beberapa halaman dibukunya yang menceritakan sedikit kisah cintanya pada seorang laki-laki yang masih satu sekolah denganya, namun dia hanya sekedar mengaguminya walaupun aku tahu pasti ada rasa yang tersimpan jauh didalam hatinya.

malam semakin larut, kulihat jam sudah menunjukan pukul 12 malam, dan akupun hampir sampai dihalaman akhir buku tersebut, karena tanggung akhirnya aku melanjutkan untuk membacanya.
.............Bandung, 29 desember 2016..........
aku terkejut saat melihat tanggalnya, iyah karena itu adalah hari kemarin dan malam ini tepat di tanggal 30 desember 2016 dan sekolah libur selama 3 hari kedepan,
“wah kasihan dia, munkgin sekarang dia sedang mencari buku ini untuk menulis kejadianya siang tadi, maafkan aku Firda” aku bergumam dalam hati menyayangkan kenapa bukunya bisa jatuh, namun karena terdorong penasaran, akhirnya aku tetap melanjutkan membacanya

Bandung, 29 Desember 2016
Hari ini waktu berjalan dengan cepat sekali
bahkan waktu disekolahpun tidak terasa seperti biasanya
aku sangat bahagia, malam tahun baru nanti ayah dan ibu
akan pulang dan merayakan malam tahun baru ditempat
liburan bersama keluarga yang pasti didatangi banyak 
orang, akhirnya aku bisa berkumpul juga dengan ayah
dan ibu, aku sudah tidak sabar ingin cepat cepat hari H
aku ingin menghabiskan masa liburku bersama ayah ibu

dan saat aku buka halaman selanjutnya masih kosong, karena mungkin bukunya sudah jatuh entah kemarin atau tadi. terlepas dari itu, mungkin hari ini firda merasa senang walaupun bukunya hilang tapikan dia akan liburan bersama ayahnya.
namun hal yang  membuatku penasaran adalah siapakah anak ini yang mana sih orangnya aku jadi penasaran, maklum aku tidak tahu banyak tentang murid kelas satu.
aku melihat jam dinding sudah menunjukan pukul 12 lebih 15 menit, sudah cukup larut saking seriusnya aku membaca isi buku ini, akhirnya aku bergegas  tidurwalaupun dalam keadaan gelap dan hanya ditemani cahaya lilin ini.

kamis, 02 Januari 2017
dipagi yang cerah ini,  aku pergi kesekolah lebih awal dari biasanya berharap bisa sampai disekolah lebih awal untuk dapat secepatnya mengetahui siapa Firda dalam buku ini. dan ku kembalikan buku ini padanya.
selanjutnya, aku tiba disekolah namun aku tidak langsung masuk ke kelas, melainkan aku berdiri didekat gerbang pintu masuk.
aku diam dan sekedar basa basi dengan teman yang kebetulan juga sudah mulai datang seiring matahari semakin meninggi.
sampai bel masuk berbunyipun aku masih belum bisa menemukan siapa yang namanya firda,
lantas akupun masuk kedalam kelas untuk memulai jam pelajaran pertama.

waktu berjalan sangat cepat, dan akhirnya tak terasa sudah pukul 3 sore dan sudah saatnya untuk pulang.
 sesampainya dipintu gerbang, aku melihat beberapa murid kelas satu sedang berkumpul disatu sudut sekolah, dengan penuh tanya akhirnya aku mendekatinya untuk sekedar basa basi
“hey, sudah sore kok belum pada pulang?” ujarku menyapa
“iyah kak, kami sedang merencanakan buat besok” jawab salah satu murid
akupun bertanya lagi, “rencana apa memangnya? eskul yah”
“bukan kak, emangnya kakak belum tahu cerita yang sedang hangat?” ucap salah satu murid
“memangnya ada berita apa sih hari ini?” aku bertanya dengan penuh penasaran
“ituh kak, Firda teman kami meninggal, besok kami mau mengucapkan bela sungkawan kerumahnya” beberapa murid terlihat agak menangis

bagaikan tersambar petir disiang bolong, kepalaku mendadak pusing dan badanku mendadak lemas seketika, tepat saat mendengar berita bahwa firda sudah meninggal dunia.
dengan suara lirih, aku bertanya pada mereka “memang apa yang membuatnya meninggal?”
“kemarin saat Pulang dari malam tahun baru, mobil yang dikemudian ayah firda masuk ke jurang dan membuat semua yang ada didalamnya meninggal dunia,” jawab mereka sambil menangis. lalu aku bertanya “terus jenazahnya dimana sekarang apa sudah dikubur?
“sudah kak, tapi keluarganya memilih dikuburkan dikampung halamanya diJogja”
dengan air mata yang tak bisa dibendung lagi, akhirnya aku memalingkan badanku dan berlari menjauhi mereka semua.
 disepanjang perjalanan pulang aku menangis tiada henti, sebagai lelaki, tentu menangis adalah satu pantangan namun, hari ini aku menangis sejadi jadinya.
bagaimana aku tidak menangis, seorang gadis yang ku anggap nyata dan masih segar dipikiranku, ternyata dia hanya ilusi bagiku, bahkan melihat wajahnyapun aku belum pernah sama sekali, namun aku merasakan betapa nyatanya dia bagiku, dan betapa terasa kehidupanya dibenaku.

Hingga beberapa hari, aku masih melamun tak menyangka kenapa semua ini bisa terjadi padaku, andai saja hari itu aku tak menemukan buku itu, hidupku pasti tak akan seperti ini.
apapun yang sudah terjadi, memang tak bisa ditarik kembali, karena memang hidup ini tak adil, kita dipaksa untuk terus melaju kedepan tanpa bisa kembali kemasa lalu bahkan walau hanya beberapa menit yang lalu sekalipun.

dan akhirnya setelah fikiranku mulai tenang akhirnya aku memberanikan diri untuk pergi kerumah neneknya firda.sesampainya disana, rumahnya memang besar dan luas, namun terlihat tak ada kehidupan didalamnya bahkan tak ada satupun foto firda didalam rumah itu, dan setelah aku tanyakan, ternyata mereka sudah mencopot semua foto firda didalam rumah itu, berharap agar kerinduan dan kesedihan terhadap firda tak selalu mereka rasakan.
dan dengan berat hati, akhirnya aku pulang, sembari menyerahkan buku catatan milik firda ke neneknya “nek, ini buku milik firda, waktu itu saya pinjam tapi belum dikembalikan” ucapku sambil menahan genangan air mata.
 “ouh, iyah sini biar nenek simpan bersama semua barang-barang firda yang lain” ucap sang nenek.

waktu semakin sore, terlihat langit sudah berwarna jingga agak memerah aku bergegas berjalan pulang dan berharap bisa secepatnya melupakan semua kejadian ini, dan sejak saat itu aku percaya bahwa kita harus berhati hati dengan apa yang kita minta pada Tuhan, karena suatu saat nanti Tuhan pasti mengabulkanya. hidup boleh saja sia-sia tapi matilah demi sesuatu yang berharga.

Roman Wijaya/Banjar, 05 Februari 2018



Pangeran wese

pagi ini aku melamun tanpa arah tanpa haluan, cuaca memang sangat cerah tapi tidak untuk seorang pemalas sepertiku ditambah lagi jam pelajaran sejarah yang membuat siapapun malas untuk mendengarkanya ya termasuk diriku sendiri karena memang sejarah harusnya untuk dikenang dan bukan untuk dipelajari.



aku duduk dideretan kursi belakang tepat disamping jendela kelas yang selalu terbuka.
jendela yang menghadap pada satu titik dimana dia duduk disamping jendela sepertiku, kadang dia terlihat sedih kadang dia terlihat ceria dan kadang dia terlihat sangat cantik, ya walaupun kadang kadang, yang pasti dia memang cantik, wajahnya yang manis berwarna putih dibalut bibir merahnya dan gigi gingsul yang terhimpit diantara senyum lembutnya membuat siapapun akan diam melihat keindahan makhluk tuhan yang satu ini, ah persetan, inih pasti mimpi disiang bolong mana mungkin dia memikirkan apa yang aku pikirkan.

ditengah lamunanku antara mimpi atau realita tiba-tiba penghapus melayang dengan kecepatan sangat tinggi dan mengenai kepalaku, “Pletekkk !!” suara yang sangat terdengar keras sampai seluruh makhluk yang hidup didunia ini bisa mendengarnya,

“Faris, !!! kamu sedang ngelamunin apa” suara yang amat nyaring merasuki telingaku hingga membuatku jantungan, yah dia adalah guru parubaya yang mengajar sejarah dikelasku salah satu guru yang tidak disukai oleh seluruh murid di indonesia.

“ehhh anu bu saya ngantuk” aku mencoba memberi argumen agar aku tidak terkena amukanya yang sangat menakutkan “kalo mau tidur dirumah jangan dikelas” bentaknya. lalu aku menjawab dengan sedikit menunduk “maaf bu” sahutku pelan, “ya sudah kamu ke toilet sana cuci tuh wajah biar gak ngantuk” bentaknya sambil mencangkok kedua tangan dipinggulnya,, dan tanpa basa basi aku langsung otw toilet.

“sial, baru ngeliatin diana ajah, aku sudah kena marah. gimana kalo memilikinya hehehe”
aku membasuh wajahku yang sudah kulinyam penuh minyak ini biar tidak mengantuk walaupun sebenarnya aku tidak terlalu ngantuk sih, kemudian terlintas dalam benaku untuk mencoret coret dingding WC ini untuk sekedar melepas kesalku hari ini. lalu aku mengeluarkan pulpenku yang tintanya sudah hampir habis, itupun hasil merampok punya teman hehehe,,

lantas dengan sekuat tenaga aku menggoreskan pulpenku dengan tulisan “Diana kekasihku”
aku mengukirnya dengan indah ditembok berharap dapat dibaca semua murid satu sekolah, disaat aku sedang asik asik mengukir namanya ditembok tiba-tiba “Dor dor dor” ada ketukan pintu yang mengagetkanku lantas pulpen yang ku pegangpun terlempar ke atas lalu “Clupp” ouhhh sial pulpenya masuk ke dalam WC aku bingung bagaimana cara mengambilnya, belum lagi pintu terus digedor gedor bagaikan polisi menangkap maling dirumahnya..

“woy sebentar dong lagi kebelet nih” teriaku sambil berusaha mengambil pulpen yang tercebur kedalam WC, karena masalahnya, nanti pasti yang masuk WC tahu kalau aku satu diantara murid yang suka mencorat coret dinding WC. dengan keberanian hati dan tekad yang kuat sekebal baja aku memberanikan diriku mengambil pulpenya menggunkan tanganku, tak lupa aku membaca doa kepada yang maha kuasa semoga tak terjadi apa apa setelah tanganku masuk ke kubangan air WC ini. dan perlahan tapi pasti tanganku mulai masuk kedalam lubang sedikit demi sedikit dan ahhh terus anchh iyah terus unc unch dan arghhhh akhirnya aku berhasil juga menyelamatkan barang bukti agar bisa ku buang jauh jauh supaya aku tidak terciduk siapapun.

“byurrr byurrr byurr” aku siram tanganku yang penuh darah perjuangan ini, lantas aku bersiap keluar dan pergi kembali ke kelas, namun masalah tidak berakhir disitu, betapa kagetnya diriku saat ku buka pintu WC yang rapuh termakan rayap rayap jahat, semua badanku bergetar aku menggigil dan tak tahu harus berkata apa betapa tidak, orang yang namanya baru saja aku tulis di tembok saat ini berdiri dihadapanku dia berkata “Sudah belum ? kok lama sih”  ucapnya dengan lemah lembut aku hanya diam dan lantas menjawab “ehh nganu, ada yang ketinggalan didalam, bentar yah” aku langsung membanting pintu dan masuk kedalam WC lagi bagaimanapun aku harus menghapus tulisan tadi, lalu tanpa pikir panjang aku menginjakan sepatuku yang kotor ke tembok wc dan uhh seketika langsung terhapus namun yang mengerikan adalah temboknya sangat kotor sekali tapi tidak apa apa yang penting aman, akupun keluar wc dengan lega sekali namun ketika ku buka pintu wc diana sudah tidak ada lagi dan akupun bergegas kembali ke kelas lantas duduk dan mendengarkan kembali pelajaran dengan hidmat damai dan tentram...

hari itu aku berfikir bahwa mungkin diana adalah keindahan yang tuhan ciptakan namun bagiku dia hanya seseorang biasa yang sama seperti yang lainya, tergantung dari sudut mana kita memandangnya juga karena yang jelas ingatlah satu pepatah
ketika bibir tak mampu menyapa lewat kata,
maka biarkanlah hati yang menyapa lewat doa”



Daftar isi    puisi    cerpen

Langkahku (puisi)


Langkahku


Andai aku menjadi bayanganmu

yang mengikutimu setiap waktuku

walau hilang saat gelap tiba

Bahagia Gak Harus Sama Dia

  Catatan Ke-1 Ciamis pagi itu terlihat mendung. ketika kutatap langit, awan-awan terlihat berwarna hitam pucat. Jalanan kota dipenuhi ken...

Back To Top