Pengembara Gila yang mencari sesuatu atas nama Cinta

Motivasi Menulis

Jangan Menangis Lagi

Jangan Menangis Lagi

Sebuah Cerita Singkat yang ditulis untuk memberitahu kalian bahwa sekecil apapun;
Cinta harus diperjuangkan.
Ditulis oleh kak Royman. Di Kota Banjar 




(Image Source: wallup.net)

"Jatuh Cinta adalah kepada siapa kamu berani patah hati"


Hari itu cuaca terlihat mendung, burung burung berterbangan seperti ada yang menyuruhnya pergi. Sesekali suara katak menemaniku kala menyantap sepiring pisang goreng dan kopi hangat yang ku ambil dari dalam rumah.

Aku sedang berada di sebuah gubuk kecil nan hangat yang ada di halaman belakang rumahku, pun di depannya ada sebuah kolam ikan. "Kresz, kresz, pisang buatan ibu emang gak ada tandingannya, nyam"

saat itu jam kecil yang menempel di dinding gubuk telah menunjukan pukul 16:00 belum lagi cuaca yang akan segera turun hujan membuat suasana hampir gelap.

 Dari dalam rumah ibu berteriak "Andi, udah mau hujan sini masuk" akupun menjawab, "iya Bu siap".. tak lama setelah gigitan pisang goreng terakhir, dan seruputan kopi yang sudah habis aku akhirnya masuk kedalam rumah.

"Piring sama gelasnya mana Ndi ?" Tanya ibu yang sedang mencuci piring.
"Yah ada di gazebo Bu, Andi lupa bawa hehe" bagaikan tanpa dosa, aku langsung kabur ke ruang depan.

Ketika tengah asik menonton acara di televisi, tak lama kemudian telpon rumah ku berbunyi
"Kring kring kring (ada sepeda, sepeda ku Roda dua, awokokoko)

"Sore sore gini siapa sih yang nelpon?" Aku berdiri menuju telpon yang ada di pojok ruangan.

"Hallo, dengan kediaman Bapak Rahmadi, Selamat sore ada yang bisa kami bantu ?" Walaupun kalimat yang aku ucapkan terlalu kaku, tapi itulah kalimat yang di ajarkan di keluargaku ketika mengangkat telpon haha

"Wihhh, gayalu Ndi udah kayak operator telepon seluler aja loe" seseorang dengan suara yang tak di kenal.

"Maaf kalau boleh tahu ini siapa ya" aku penasaran

"Hahaha ini gue Ndi, Robi" jawabnya cengengesan

"Anjir si toke belang apa kabar brow hahaha" jawabku sambil tertawa membalasnya.

"Ah so asik lu an"

"Eh, ngomong ngomong ada apaan nih udah setahun ini loe gak ngehubungin, kemana aja Rob ?" Tanyaku sambil garuk-garuk biji

"Yah, biasalah an, setelah lulus SMA aku mondar mandir nyari kerjaan. Gak enak kan diem Mulu di rumah" Robi malah curhat

"Iya juga ya" aku cuma mengiyakan aja, secara dari dulu pas lagi sekolah hobinya si Robi pasti ngutang sana-sini, bahkan di sekolah aku yang terdapat 10 kantin di setiap sudut, selalu Robi datengin buat ngutang. Itulah sebabnya dia dijuluki Robi Si Toke belang, karena keahliannya yang tidak bisa ditemukan orang lain saat di tagih.

Setelah sekitar 20 menit kami berbincang di telepon, Robi menanyakan sesuatu yang paling males aku jawab

"Ndi, udah tahu belum kabar si Zulfa"

"Ouh Zulfa, kenapa emang sama dia ?" Aku sok cuek ngedenger pertanyaan itu

"Gue denger si Zulfa udah putus sama pacarnya" kata Robi

"Ouh, gue gak denger tuh, maklumlah tugas kuliah bikin lupa segalanya hehe" aku jawab sambil bercanda

"Emang loe udah gak ada rasa apa sama si Zulfa Ndi ?" Robi mulai penasaran

"Rasa ? entahlah Rob, kadang kalau nginget masa-masa itu gue jadi mikir mikir gak jelas" jawabku setengah bosan

"Ya Coba aja loe Hubungi si Zulfa, siapa tahu ada hal-hal yang bisa kalian bicarakan" Robi memberi saran

Zulfa adalah teman dekatku ketika masa SMA. Bahkan aku masih ingat ketika hari pertama masa Orientasi siswa atau Ospek, saat itu Zulfa datang terlambat dan menjadi bahan bulan-bulanan senior, dari mulai nyanyi lagu anak anak bocil, sampai meragaain gaya gaya aneh, dia lakuin demi mendapat ampun dari amukan senior.

Ketika hukuman sudah selesai dia berjalan untuk masuk barisan, akan tetapi seorang senior mendorongnya terlalu keras sampai Zulfa terjatuh. Aku yang tak bisa melihat pemandangan seperti itu langsung tidak tinggal diam, "Woy apa apaan nih maksudnya !" Aku keluar dari barisan dan langsung mendorong senior yang mendorong Zulfa. Mereka para senior tidak terima dengan kelakuanku, akhirnya kami saling dorong dan terjadilah keributan. 

Itulah hari pertama yang paling berkesan, dan awal mula aku mengenal Zulfa. Walaupun sebenarnya dia pernah satu SMP sama aku, hanya saja dia datang pas kelas 3 dan merupakan siswa pindahan.
Saat itu di SMA yang sama, kita berbeda kelas, aku anak IPS sedangkan Zulfa anak IPA, tapi kami selalu ke kantin bareng kalau istirahat tiba. 

Terkadang banyak hal-hal sederhana yang membuatku terpesona padanya, selain pintar, lugu dan sedikit lebih dewasa dari remaja seusianya, Zulfa juga seseorang yang selalu berfikir  selangkah di depan yang lainya.

Sejak kelas 2 aku mulai menyukainya, namun belum ku beranikan diri untuk menyatakan cinta padanya.

Karena pada saat itu, aku berfikir apalah artinya cinta jika tanpa cintapun kita masih saling bersama. Lagipula aku takut jika aku menyatakan perasaanku padanya. Zulfa bisa saja menjadi canggung padaku, atau yang lebih parah lagi bisa jadi dia malah menjauhiku, duh jangan sampai deh. 

Singkat cerita, akhirnya kami sudah sampai pada akhir masa-masa sekolah, kami telah menjadi siswa kelas 3 yang dalam beberapa bulan lagi menjadi alumni dan keluar memperjuangkan mimpinya masing-masing. 

Entah kenapa perasaanku semakin menggebu dan hasrat ingin memiliki Zulfa menjadi tak terbendung lagi.

Aku ingin memilikinya

Aku ingin senyumnya hanya untuk

Aku ingin tawanya hanya bersamaku

Aku ingin menjadi orang pertama yang menghapus air matanya ketika sedih.

Dan aku ingin menjadi laki-laki yang bisa membantu dia meraih mimpi-mimpinya.

"Gak bisa di biarin, pokoknya harus aku tembak sebelum lulus !" Dengan penuh tekad dan hafalan kata-kata romantis Khalil Gibran, aku beranikan diri untuk menyatakan cintanya.

Hari itu adalah hari Sabtu, hari dimana jam sekolah lebih panjang dari biasanya disebabkan banyak pelajaran tambahan yang harus di ikuti oleh semua siswa kelas 3.

Ketika jam istirahat pertama, aku menunggu Zulfa di tempat biasa sebelum pergi ke kantin. Namun setelah aku dan Robi menunggu sekitar 10 menit, Zulfa masih tak datang juga, akhirnya aku pergi ke kelas Zulfa untuk memastikan keadaan.

Ketika aku masuk ke dalam kelas, aku melihat Zulfa bersama Mita sedang duduk bersama.
"Zulfa kok gak ke kantin ?" Tanyaku

"Eh Andi, enggak an, kebetulan hari ini aku bawa bekal dari rumah, ini Mita juga bawa bekal" jawabnya sembari menunjukan sekotak nasi lengkap dengan lauknya.

"Ouh yaudah deh, aku sama Robi ke kantin dulu ya" jawabku

"Loh, kok malah ke kantin Ndi, sini aja makan bareng sama aku, semisting berdua romantis loh" Zulfa mencoba menggodaku dengan tawa nackalnya

"Yah, gak enak sama Robi, udah nungguin di kantin Fah, yaudah aku duluan ya" jawabku sambil berlalu meninggalkan kelas

"Yaudah And, bye" Zulfa melambaikan tangannya

Beberapa langkah setelah keluar dari pintu, aku berhenti dan kembali masuk ke dalam kelas.

"Zulfa, nanti sore di jemput bapa atau enggak ?" Aku bertanya padanya

"Eh Andi, balik lagi."

"Gak tahu And, kemungkinan sih di jemput deh kayaknya" jawab Zulfa

"Ouh, tadinya aku mau ngajak pulang Bareng fah" pintaku

"Ya, gimana nanti aja deh an"

Kemudian aku bertanya "kalau bisa sebelum pulang kita ketemuan di depan gerbang sekolah"
"Oke boss" jawabnya

Tepat pada pukul jam 15:00 akhirnya kami selesai pelajaran tambahan dan tibalah waktunya pulang.
Aku pergi ke kamar mandi, mencuci muka dan membereskan rambutku yang acak acakan. Sesekali mencoba mempraktekkan kalimat-kalimat romantis di depan kaca

"Zulfa, kalau kamu menjadi ratu lebah, aku rela jadi budaknya yang setiap hari mencari madu untukmu" 

"Zulfa Kamu tahu gak, kenapa pelangi munculnya setelah hujan? Karena hujan mengajarkan kita bahwa setelah kesedihan akan selalu ada keindahan, awokokoko" 

Setelah persiapan matang, aku akhirnya bergegas menemui Zulfa yang sudah menunggu di depan gerbang sekolah. Agar terkesan cowo perfeksionis, kemarin sore aku udah mencukur rambut dengan mode Quiff Hairstyle, baju osisku aku keluarkan sebagian, tiga kancing baju sengaja dibuka agar belahan dadaku terlihat, dan aku berjalan sambil menggigit bunga mawar di bibir. Perempuan macam apa yang tidak terpesona melihat pria dengan style seperti itu.

"Andi, kok lama banget sih habis darimana?" Zulfa memasang wajah bete

"Eh, anu Fah, aku habis dari toliet, pecel lele Bu sum pedes banget hehe" aku coba mengeles, karena gak mungkin kalau aku jawab habis melatih diri di toilet selama 10 menit buat nembak kamu.

"Ouh, kirain habis darimana" jawab Zulfa

"Yaudah, kamu nyuruh aku nunggu disini mau bicara apa And ?" Tanyanya sembari menaikan halis
Mendengar pertanyaan itu, langit menjadi hitam pekat, Guntur bergemuruh, angin bertiup kencang dan petir menyambar nyambar pertanda akan ada badai malam ini.

Bagaikan adegan di film pertarungan  2 orang Koboy  yang sedang mempertaruhkan harga diri. Pokoknya tekad adalah tekad.

"Mau ngomong apa and ? ini juga udah mau hujan kayaknya deh" Zulfa melihat ke arah langit

"Anu,,,"

"Ehm itu,,"

"Sebenernya"

Entah kenapa kalimat romantis Khalil Gibran yang udah aku hafalin sejak seminggu yang lalu tiba-tiba hilang.

"Apaan sih and ?" Zulfa mulai boring

Sejenak aku memejamkan mata dan menghirup nafas dalam dalam lalu berkata

"Gak kerasa yah Fah, kita udah tiga tahun bareng-barang. Kita sering berbagi cerita baik bahagia ataupun sedih, terkadang kita melakukan hal hal konyol bersama. Entah kenapa aku ingin kita terus seperti ini sekalipun setelah lulus nanti, aku ingin kita mewujudkan mimpi kita bersama-sama saling mendukung satu sama lain dan terlebih lagi kita saling melengkapi. Secara keseluruhan, Aku sayang Kamu Zulfa Mawar Rianti."

Aku yang saat itu berdiri hanya beberapa centimeter persis di hadapan Zulfa, ku lihat dia menundukkan kepala dengan matanya yang berlinang, membendung tangis yang tak sanggup lagi di tahan. Entah apa yang saat itu berkecamuk di dalam pikirannya.

Aku membuka tasku dan mengambil saputangan ibuku yang selama 3 tahun aku bawa bawa tapi tak pernah ku pakai, mungkin ini saat yang tepat untuk menggunakannya.

Dengan perlahan aku mengulurkan sapu tanganku kepada Zulfa yang tangisnya mulai mengalir membasahi pipi kanan dan kirinya.

Aku berusaha menenangkan,
"Maaf ya Fah, aku udah buat kamu nangis. Kalau kamu keberatan, kamu gak harus jawab apapun kok" aku mulai tak tega melihatnya, tak terasa hatikupun mulai rapuh

Sedari tadi Zulfa hanya mengelap mata kiri Dan kananya yang perlahan mulai lebam karna tangisnya.
Robi yang dari awal berdiri di bawah pohon, memberikan isyarat semangat untuku.
Tak lama kemudian datang seorang pria dengan mengendarai motor Honda Win L300, dia berhenti diantara kami berdua.

Jika di lihat dari pakaiannya, pria itu menggunakan seragam sekolah, sepertinya dari Sekolah kejuruan yang ada di wilayah sekitar.

"Zulfa udah lama nungguin ?" Kata pria tersebut sembari membuka helmnya.

"Bapa kamu tadi telpon katanya masih kerja, jadi bapa nyuruh aku jemput kamu" lanjutnya.
Zulfa yang masih menduk akhirnya menatap pria tersebut,,

"Loh zulfah, kok kamu kaya habis nangis kenapa ?" Pria tersebut memegang pundak Zulfa dan tangan satunya lagi mengelap air mata Zulfa

Pria itu terlihat marah dan melihat ke arahku lalu berkata

"Eh, loe apain Zulfa hah ?" Pria tersebut mengangkat kerah bajuku dengan kedua tangannya,

"Maksud loe apaan !?" Aku membalas dia

"Ada urusan apa loe ?" Jawabnya

Aku yang tak mau kalahpun menjawab

"Emang loe siapa nya Zulfa hah?"

Dengan menggenggam kerah bajuku dan satu tangan lagi menunjuk ke wajahku dia menjawab,,
"Gue pacar Zulfa, mau apa loe !"

"Raffa udah ! Ayo kita pulang" Zulfa mengajak pria tersebut pulang.

Akhirnya pria tersebut membawa Zulfa pulang..

Dari kejauhan Robi tampak berlari dengan membawa balok kayu di tangannya.

"Eh kampret mana tuh anak, mau gue Giles malah pegi" gumam Robi

"Eh, And siapa sih tu cowo gayanya belagu banget". Tanya Robi sambil mencangkokkan kedua tangannya di pinggang

"Dia pacarnya, udah ah cabut yu, males gue." Jawabku seperlunya

"Anjir, tega bener ya Zulfa, dia pacaran kagak pernah bilang sama kita" Robi menggelengkan kepala

"Mungkin untuk sementara kita gak usah bahas ini dulu deh rob" pintaku.

Setelah kejadian itu, aku dan Zulfa tidak pernah berhubungan lagi, bahkan ketika sesekali bertemu pun. Kita saling membuang muka. Entah apa yang terjadi yang jelas pertanyaanku masih belum dia jawab bahkan sampai kami lulus SMA.

"Telponan sama siapa and ? Kok seru banget kayaknya" tanya ibu yang sedang nonton TV
" ini mah si Robi temen SMA dulu yang kalau kesini kerjaannya ngabisin makanan" jawabku sambil tertawa

"Oh Robi yang itu"

"Eh gimana And, loe mau Hubungin lagi si Zulfa gak ?" Tanya si Robi

"Yaelah rob, itukan udah lama banget kita gak ketemu masa iya gue hubungi dia langsung nanyain jawaban sih ?" Kataku

''ya okelah kalau loe gak mau, tapi seenggaknya kita kesampingkan dulu urusan cinta loe sama si Zulfa. Kita ngehubungin si Zulfa sebagai sahabat, bukan sebagai Andi yang nagih nagih jawaban kaya deb kolektor." Robi malah ceramah

"Lagian apa loe gak kangen sama si Zulfa ? Jangan karena urusan cinta, persahabatan kita terhapus gitu aja. Selain itu diakan lagi jomblo, jadi gak apa apa dong kalau kita deketin" khutbah si Robi makin menjadi jadi

"Yaudah rob, saran loe gimana nih ? Jangan cuma pidato gak jelas loe" gue mulai kesal

"Saran gue sih, yang pertama loe hubungi dia, loe basa basi aja nanya nanya kabar apaan kek, atau kalau loe gak mau ngehubungin dia, loe langsung samperin aja dia" Robi memberi saran

"Tapikan si Zulfa sekarang di kota jogja rob, katanya sih kuliah Desainer dan modeling gitu" jawabku

"Ah kebanyakan bacot loe yah timbang beda kota aja ribet banget, oke deh gini aja, weekend ini loe
sama gue pergi nyamperin si Zulfa, kita buat dia kejutan.  lusa gue beliin tiket gimana ?" Ajak si Robi

"Ah yang bener loe rob ? Jangan becanda deh" jawabku meyakinkan

"Pokoknya Sabtu nanti gue tunggu loe di stasiun Pertiwi Rahayu jam 2 siang, awas aja kalau sampe gak datang gue bunuh loe and, sekali sekali kita maen ke Jogja bro" Robi menggila

"Okedeh gue usahain rob, btw makasih banget ya udah ngabarin gue" Jawabku
"Iya and, sama sama. Udah dulu ya, bye" Robi menutup telepon

Hari Sabtu 17 November

Di dalam kamar, aku tengah persiapkan beberapa stel baju untuk ku bawa ke Jogja. Kemeja merah kotak kotak, baju polo berwarna hitam dan beberapa kaos santai untuk berkeliling Jogja.

Pukul 12:45 aku keluar dari rumah dengan menggendong ransel kecil yang ku bawa. Jarak rumah ke stasiun sekitar 15 kilometer dan jika di tempuh naik kendaraan akan memakan waktu setengah jam lamanya.

Aku merogoh saku celana dan mengeluarkan ponselku, membuka aplikasi ojeg online untuk memesan kendaraan.

Selang beberapa menit, ojeg online yang aku pesan telah sampai.

"Maaf, betul ini dengan mas Andi Renaldi ?" Tanya mang ojeg sambil melihat wajahku

"Iya bang, ayo langsung ke lokasi aja" aku menjawab seadanya

"Oke deh, stasiun Pertiwi. Berangkat !" Dengan penuh semangat bang ojeg itu sambil menyodorkan helm bogo berwarna hijau

Di perjalanan menuju stasiun terlihat beberapa mobil dan motor berlalu lalang membuat jalanan padat dan beberapa kali tersendat, untung saja si bang ojeg ini ahli dalam memainkan gas motor. Ia mampu menerobos padatnya jalanan dengan meliuk ke kiri dan ke kanan bagaikan Mark Marquez.

13:50 aku telah sampai di stasiun yang dituju. Aku bergegas masuk kedalam sambil beberapa kali menghubungi si Robi.

"Hallo Rob, posisi loe dimana ?"

Beberapa meter di depan, tampak seorang pria berambut gondrong melambai lambaikan tanganya ke arahku, sekilas ku pandang orang itu adalah Robi.

"And gue di kursi arah jam 12, sini cepet" jawab Robi.

"Anjir, oke oke gue udah lihat." Jawabku sambil mematikan ponsel.

Aku berjalan menuju ke arahnya dengan langkah sedikit di percepat.

"Gila banget gaya lu and, pake bawa bawa ransel segala. Udah kaya orang pindahan aja" canda si Robi

"Ya lumayan lah dari pada beli baju di sana, mending bawa dari rumah kan hahaha" balasku
Tidak lama berselang, terdengar suara merdu dari pengeras suara stasiun.

"Kereta Kencana ekspres jurusan Jogja akan segera Tiba............"

"Ayo and kita chek in dulu," ajak Robi

Setelah check in, kereta akhirnya tiba. Dan kami langsung bergegas memasukinya. E20 Gerbong ke 4.

Waktu tempuh menuju Jogja sekitar 7 jam perjalanan. Kami menghabiskan waktu dengan bercanda tawa, menceritakan masa masa ketika duduk di bangku sekolah.

"Eh and, loe inget ga pas kita bolos sama anak anak si Dodi kelas IPS 6. Waktu kita loncat pagar, di belakang pagar ada satpam yang lagi jaga dan tas yang di lempar si Dodi malah kena kepala tu satpam hahahaha" Robi tertawa lepas

Sepanjang jalan kami habiskan waktu dengan menceritakan kejadian kejadian yang tak bisa dilupakan. Hingga akhirnya kami lelah dan tertidur.

Tidak terasa kereta yang kami tumpangi sudah hampir tiba di stasiun Yogyakarta. Aku membangun kan Robi yang sedang tertidur pulas memeluk ranselku.

"Rob bangun woy udah mau sampai" aku menampar nampar pipi Robi perlahan
Entah sedang bermimpi apa, yang jelas Robi susah di bangunkan. Dengan nada becanda aku membisikan suara ke telinga Robi.

"Man robuka"

Bagai tersambar petir, Robi langsung loncat dari tidurnya.

"Wah gila loe and becandanya kelewatan" wajah Robi terlihat kaget

Akupun tertawa sambil menahan perut karena tak kuat melihat wajah si Robi yang kaget.
"Yaudah maaf deh rob becanda hahaha"

Setelah sampai, kami keluar dari stasiun dan langsung mencari kuliner untuk mengisi perut kami yang keroncongan.

Ada gudeg, pecel, soto, dan aneka ragam jajanan khas Jogja yang terjajar di sepanjang jalan, tentunya rasa sudah di jamin enak terlebih lagi harganya yang murah buat kantong anak kuliahan.
Setelah selesai makan, dan waktu sudah agak malam akhirnya aku dan Robi mencari penginapan yang ada di sekitar wilayah.

"And, kayaknya kita ke maleman deh, kita harus nyari penginapan dulu." Ajak Robi
"Okeh, pakai aplikasi aja rob biar cepet" saranku

Walaupun sudah malam namun suasana Jogja masihlah ramai dengan beberapa kendaraan yang lewat dan iringan iringan lagu keroncong dari grup musik jalanan.
Kami akhirnya menginap di sebuah pondok seukuran 5×8 meter luasnya. Tempatnya nyaman dan rapi. Tempat yang nyaman Kalau untuk sekedar istirahat dan tidur.

Buku ini aku pinjam, kan ku tulis sajak indah. Hanya untukmu seorang, tentang mimpi-mimpi malam.
(Iwan Fals)

Bersambung, tunggu bagian keduanya ya 
Labels: #cerpen #sedih #lucu

Thanks for reading Jangan Menangis Lagi. Please share...!

0 Komentar untuk "Jangan Menangis Lagi"

Bahagia Gak Harus Sama Dia

  Catatan Ke-1 Ciamis pagi itu terlihat mendung. ketika kutatap langit, awan-awan terlihat berwarna hitam pucat. Jalanan kota dipenuhi ken...

Back To Top